Mengejar McFlurry ke Negeri Cina

Sabtu, 4 Mei 2013

McFlurry oh McFlurry. Haha. Silly banget ini memang. McFlurry… McFlurry (sembah-dewa). Sabtu pagi itu berjalan seperti biasa. Layaknya manusia normal lainnya, gue datang ke sekolah sambil berharap dalam hati bakal ada hujan lebat plus badai serta halilintar, supaya nggak senam pagi di lapangan. Tapi, sepertinya Dewa Angin tengah berlibur sementara ke Maldives dan bersantai di Palm Beach Resort saat gue sedang super-duper membutuhkannya, karena buktinya Sabtu pagi itu terlihat sangat cerah yang nyatanya tidak sesuai dengan harapan. Matahari dengan semangat ’45 menyinari lapangan olahraga pagi itu. Tak pelak, dengan gaya zombie kece, gue setengah berlari bergerak ke lapangan karena tak lama lagi senam pagi akan dimulai. Tapi memang awalnya nggak niat senam, jadi yah gitu aja suer. Senamnya gue kayak orang patah tulang—gerak-gerak dikit.

Pukul 8 pagi pun pelajaran pertama dimulai. Debate. Oh, pelajaran itu berlalu seperti angin. Cepat banget. Gue lagi pengin lama-lama di jam mulok padahal. Jam istirahat pun tiba. Dasar movie-freak, gue sama the folks lainnya, Ika, Haiqal, Fulrisami malah nge-stuck di kelas nonton Wedding Dress—film Korea tersedih yang pernah ada. To be honest, seriusan, gue udah pernah nonton film itu di rumah dan udah tahu jalan ceritanya. Tapi, nggak tahu kenapa, nonton lagi itu tetap buat kita termehek-mehek—over. Ceritanya terlalu sedih sih. Si Haiqal nggak berhenti-henti nanya berulang kali kayak alaram, “sedihnya di bagian mana, sih?”—gue sampai jengah dengernya. Jelas-jelas ceritanya sedih, dianya malah ketawa—tebak siapa yang waras?

Setelah filmnya habis… “Huaaaa! Sedih banget filmnya” (kucek-kucek mata), kata si Haiqal dangdut satu itu. Dasar ga waras. Nah, ini dia permulaannya, saat Haiqal ntah Fulristami yang bilang, “Pengin McFlurry”. Gue jadi pengin to the max juga, “Iya….” (sambil membayangkan McFlurry karamel). “Ayolah, gerak sekarang. Beli McFlurry” Haiqal dangdut berkata. “Ayooooo!” kata gue dengan semangat ’45.

Jadilah kita pergi. Ika bareng Haiqal dan gue bareng Fulristami aka Ipul, naik motor. Rencananya, kita bakal singgah dulu di rumah Ipul buat ambil mobil—jadi ga ribet pakai motor banyak-banyak.  Dalam hati nih.. “WE ARE FREE AS A BIRDS!”. Tiba-tiba, di salah satu  persimpangan di Bengkong—daerah rumah Ipul, nggk tahu gimana ceritanya, tiba-tiba hujan dan jalan turunan itu seketika menjadi licin. Bliz! Gue sendiri nggak tahu lagi kelanjutannya karena tiba-tiba gue dan Ipul udah berserak di aspal—tersungkur, jatuh hingga guling-guling nyium aspal. Berselang beberapa detik kemudian, Ika dan Haiqal pun juga ikut jatuh ke aspal. Dazzz, kita semua berserakan di jalan—yang mana sampai sekarang, gue masih tak henti-hentinya bersyukur, untung nggak ada kendaraan mobil atau motor yang tengah melaju dari arah belakang. Parahnya, jalan turunan tempat kami jatuh itu banyak truk berseliweran. Masih nggak kebayang, gimana kalau ada kendaraan dari arah belakang. Ya Allah, semua itu terjadi tanpa diduga. Gue langsung gemeteran. Anehnya, walaupun lutut, siku, dan tangan berdarah perih gitu, gue sama sekali nggak bisa nangis. Cuma diam sebentar, nahan perih dan akhirnya ketawa gara-gara si Haiqal dangdut itu bilang, “Aduh, cewek banget sih. Biasa aja lagi. Ngapain takut. Cuma jatuh gitu aja pun. Nggak pa-pa. Kita keren kok.” Hhhh, dasar sarap. Itu anak bisa-bisanya santai setelah kita berserakan di aspal karena keadaan jalanan yang licin.

Akhirnya, kita semua tetap ke rumah Ipul, bersihin luka-luka yang ada. Setelahnya, dasar McFlurry-freak, kita semua tetap melanjutkan destinasi ke Mc Donald’s untuk beli McFlurry idaman itu. Gilakkkk, masih nggak habis pikir, baru jatuh lho padahal. Tapi McFlurrynya tetap dong ya hehehe. Tak hanya McFlurry sebenarnya, plus beef burger juga hihi. Kita takeaway sambil makan di mobil. Setelah itu, kita pun lanjut ke rumah Raka untuk latihan musik. Sesampainya, di rumah Raka, yang lain pada menatap heran dengan pandangan heran bercampur bingung saat lihat penampilan kami yang berantakan. Jancuk! Baju olahraga yang putih bersih itu berubah warna jadi hitam karena nyapu aspal. Lame! But it was great.

Haiqal Muhammad
Silly face of Haiqal
Fulristami Zaenab
Fulristami aka Ipul
McDonald's
beef-burger
McFlurry Choco

McDonald’s Part 2

Minggu, 5 Mei 2013

Matahari Minggu pagi itu memang nggak bisa diajak kompromi. Cerah banget. Padahal gue berharap ada hujan lebat plus badai. Gilaaak, nggak mutu banget ye moto hidup gue, tiap hari berharap hujan. Hehehe. Minggu itu gue ada rencana mau latihan musik di rumah Raka bareng anggota musik lainnya, Jeremy, Pieter, Raka, Sahat, Haiqal, Abid, Fauzan, Denis, Fulristami, Fiha, dan Ika. Kata Pieter, “Latihannya jam 11 ya. Eh, nggak jadi, jam 10 aja. Biar nggak ngaret. Tapi mulainya jam 11.” Oke sipppp.

Jam 10, tiba-tiba hujan turun. “Alhamdulillaaaaaaah”, ucap gue dalam hati. Jadilah pas hujan itu gue masih bergelung di bawah selimut sambil membaca novel sastra, Layar Terkembang karya S. Takdir Alisjahbana. Tiba-tiba, ada SMS, tring… 

Ika      : Reta, pergi ke rumah Raka, kan?

Reply: Iya

Ika      : Udah siap-siap?

Reply : Belum

Ika       : Buruan siap-siap. Cepat.

Reply : Errrrr malas

Ika       : Cepat

Reply : Ok

………….sesampainya di rumah Raka

“Hai!” sapa si tuan rumah yang belum mandi yang tengah asik dengan game FIFA-nya. Hohoho, jam telah menunjukkan pukul 12 siang saat anggota yang lain belum pada datang—yang ternyata memang tidak pada datang, kecuali kita berlima plus Raka tentunya sebagai si tuan rumah. Tiba-tiba, teve yang ada di depan mata tengah mengiklankan burger McDonal’s. “Haduh, McDonald’s udah manggil. Aku mandi dulu ya, we. Ntar kita pergi.”

Gue, Ika, Fiha, Fulristami, dan Haiqal langsung manggut-manggut setuju. “Ayoooooo!” kata gue semangat. 15 menit kemudian, Raka pun selesai mandi di mana kemudian kita langsung terjun ke McDonald’s. Kalau kali ini, Raka yang ngidam berat sama McDonald’s. Beberapa belas menit kemudian, kita sampai di McDonald’s—heaven!

Tiba-tiba, Abid anggota musik lainnya muncul juga di McDonald’s—yang sampai sekarang gue nggak ngerti dia muncul tiba-tiba gitu darimana. Akhirnya kita semua serentak pesan Panas Special McDonlad’s beserta coke-nya. Tadi, kita perginya pakai dua mobil. Mobil Haiqal dan Fulrisami. Karena Fulristami aka Ipul langsung balik ke rumahnya yang dekat dengan McDonald’s, gue barenga Raka, Ika, an Fiha berpikir keras gimana caranya kita balik lagi ke rumah Raka, karena semua barang-barang kita ada di rumahnya Raka. Haiqal—yang sebenarnya ada acara lagi sehabis di McDonald’s tentunya tidak dapat mengantarkan kami lagi balik ke rumah Raka. Setelah bepikir keras mencari solusi, akhirnya Haiqal dangdut itu berbaik hati mengantari kami sampai halte depan Rumah Sakit Awal Bros, sehinga kami yang kecehhh ini bisa naik busway ke rumah Raka di Jalan Palapa. Akhirnya, dengan membayar Rp. 12.000,- kita berempat—gua, Fiha, Raka, Ika, sampai dengan selamat di rumah Raka berkat bantuan dari oom supir busway yang punya kumis kece tersebut. Sipppp, perut kenyang hati pun senang. Jadi, intinya hari itu kami tidak jadi latihan musik hehehe.

McDonald’s Part 3 with Momma and Paprock

Senin, 6 Mei 2013

Sepulang sekolah, gua langsung latihan musik di rumah Raka, which ya know, we… yes too much rambling there at Raka’s but it was good, anyway. Nah, pas selesai latihan sekitar jam 5, gue…. tidak langsung pulang ke rumah sodarah-sodaraaaah, melainkan singgah ke McDonald’s dulu sama momma & paprock. Yippi, McDonald’s all the time. Si papa… biasa… kangen McD udah kayak orang ngidam. So, we had an early dinner there xoxo.

McDonald's

Legit Pictures 2013

Rabu, 8 Mei 2013

Rabu ialah hari terkece di dunia. Kami, XI-IPA 5—SMAN 1 Batam menampakkan euforia kemenangan akan libur 1 hari pada hari Kamis yang akan datang. “Yayyyyy!” Jadi, di hari yang berbahagia itu, gue dan the folks yang merasa takaran gilanya sama kayak gua mengambil beberapa foto yang bisa dijadikan sebagai album dalam kenangan manis SMA di hari Rabu yang cerah. Here we go!

Rakadrian Nugraha dan Haiqal Muhammad
Jack dan Rose wannabe by Haiql Muhammad and Rakadrian Nugraha
Haiqal Muhammad
Dablo by Haiqal dangdut
Ivo Mario
Super Mario Brossss, Ivo!
Rakadrian Nugraha
sleeping beauty

Cinema with Momma and Paprock

Kamis, 9 Mei 2013

Yihaaaaa! Tanggal merah yang satu ini memang harus dinikmati dengan sungguh-sungguh. Santai sejenak dari rutinitas sehari-hari rasanya tidak ada yang salah hehehe. Jadi, pada Kamis yang legit itu, gua ngajak mama sama papa untuk nonton 9 Summers 10 Autumns di bioskop 21, Nagoya Hill. 

9 summers 10 autumns (3)
9 Summers 10 Autumns the movie
9 Summers 10 Autumns
poster

9 Summers 10 Autumns

Guess what? Gue berani bilang bahwa ini film Indonesia yang sangat inspirasional yang pernah ada. Gue rasa ini film yang wajib ditonton oleh kita semua anak Indonesia yang kadang merasa jenuh atau putus asa dengan kehidupan. Perasaan gue setelah nonton film 9 Summers 10 Autumns adalah lega. Iya, lega. Lega bahwa akhirnya gue yakin dengan sepenuh hati, hidup ini hanya butuh keberanian. Usaha dan kerja keras adalah pelengkapnya. Intinya adalah sebuah keberanian. Film ini sukses bikin gue termehek-mehek, nangis, you know, beneran nagis tersedu-sedu tapi juga bisa tertawa dalam waktu yang bersamaan. Film ini bikin gue sadar kalau hidup ini tidak pantas untuk dikeluhi barang sebentar. Hidup ini hanya untuk dijalani, bukan dikeluhi. I rated this movie 10/10. Ini adalah film Indonesia terbaik yang pernah ada.

Jadi, film 9 Summers 10 Autumns adalah film yang mengisahkan tentang seorang anak supir angkot yang dengan segala keterbatasan orangtuanya dapat menggapai New York dengan kerjakeras dan kesungguhan hatinya. Iwan, dikisahkan sebagai anak supir angkot di daerah Batu, Malang yang hidup dengan serba kekurangan, tapi berlimpah kasih sayang dari kedua orangtuanya, ibu dan bapak. Ibu, tak pernah menyerah untuk berjuang membesarkan anaknya dengan suaminya yang hanya bekerja sebagai supir angkot dengan kelima anaknya. Iwan adalah anak ketiga dari bapak dan ibu, anak lelaki satu-satunya yang bapak harapkan dapat menjadi penerusnya sebagai kepala keluarga dengan bekerja sebagai supir angkot.

Tapi, jalan kadang tak sesuai dengan yang telah terpetakan saat Iwan mendapat beasiswa kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Iwan memiliki tekad yang kuat untuk meneruskan kuliahnya dengan beasiswa prestasi tersebut, namun dilema muncul saat sang bapak bersikeras agar anaknya tetap tinggal di Batu dan membantunya mencari nafkah sebagai supir angkot. Iwan mengurungkan niatnya sejenak untuk kuliah. Namun dalam hati, api semangat untuk kuliah itu tak pernah padam dalam hatinya.

Suatu hari, bapak pun luluh hatinya saat melihat tekad anaknya bersungguh-sungguh untuk meneruskan kuliahnya. Bapak pun menjual angkotnya untuk membiayai keperluan sehari-hari Iwan di Bogor. Bagian ini buat gue nangis tersedu-sedu, saat sang bapak memutuskan untuk menjual angkotnya agar dapat membiayai keperluan anaknya sehari-hari saat kuliah di Bogor.

Perjuangan bapak rasanya tak sia-sia saat Iwan akhirnya lulus dengan predikat cum laude. Setelah lulus kuliah, ia pun mulai bekerja di Jakarta sebagai data analis. 3 tahun kerja kerasnya sebagai data analis di Jakart rasanya terbayar dengan tawaran kerja di New York yang didapatnya beerkat kerja kerasnya itu. Di New York, karirnya pun melesat cepat hingga tak terasa telah 9 musim panas dan 10 musim gugur ia lewati di New York dengan posisi terakhir sebagai Director Internal Client Management Data Analysis and Consulting Nielsen Consumer Research New York, Amerika Serikat. Setelahnya, ia sempat ditawari posisi direktur di Eropa  saat akhirnya ia memutuskan untuk menolaknya dan memilih balik ke Indonesia setelah melewati 9 musim panas 10 musim gugur di negeri Paman Sam tersebut.

Film ini pantas direkomendasikan untuk wajib ditonton oleh semua kalangan. Film Indonesia inspirasional yang satu ini sangat sarat makna. Film 9 Summers 10 Autumns ini diangkat dari novel yang berjudul sama, yang diangkat dari kisah nyata, yaitu kisah asli penulisnya sendiri yaitu Iwan Setyawan. It was perfectly good! You gotta see! Here… some pictures of the movie.

9 Summers 10 Autumns
part of the movie
9 Summers 10 AUtumns
part of the movie
9 Summers 10 Autumns
part of the movie

McDonald’s Part 4

Jumat, 10 Mei 2013

Hehehehehe, iya. I’m addicted to McDd’s. Untuk kesekian kalinya dalam minggu ini, gue ke McDonald’s lagi. Kali ini bareng Haiqal, Abid, dan Fulristami aka Ipul. Gua pesan Big Mac yang super-duper jumbo dan kembali ke sekolah lagi dengan perut super kenyang tepat sebelum shalat Jumat dimulai, karena Haiqal dan Abid harus shalat Jumat, hihi.

McDonald's Big Mac Burger
Big Mac Burger-nya McDonald’s
Glass
Pesan Big Mac Burger dapat gelas cantik ini dari CocaCola

McDonald’s Part 5

Sabtu, 11 Mei 2013

Hehehehe, yesssss, you’re right. Gue pergi lagi ke McD’s hari Sabtu itu hehehe. Kali ini gue pergi bareng Raka, Alit, Haiqal, Gilang Delana aka Yayang, Fulristami aka Ipul. Tak lama sesampainya di McD’s, tiba-tiba Ivo menelepon Alit, mengatakan bahwa ia akan menyusul juga ke McD’s bareng yang lain. Tak lama, Ivo dan yang lain, di antaranya Hania, Mila, Suci, Dwi Putri, Rio, Luqman menyusul ke McDonald’s. So, there we go, had lunch and lil bit rambling about 2-3 hours and then we went to school again hehehe. Here… some photos of our silly-faces.

Haiqal Muhammad, Gilang Delana Putri, dan Rakadrian Nugraha Gilang Delana Putri, dan Rakadrian Nugraha Reta Riayu Putri dan Fulristami Zaenab Haiqal Muhammad dan Gilang Delana Putri Gilang Delana Putri dan Rakadrian Nugraha Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Haiqal Muhammad, Gilang Delana Putri, Dwi Putri Julianti, Mila Baarik Iman Sari Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Gilang Delana Putri, Mila Baarik Iman Sari Gilang Delana Putri dan Mila Baarik Iman Sari Reta Riayu Putri dan Fulristami Zaenab Gilang Delana Putri, Dwi Putri Julianti, Suci Womantri, Reta Riayu Putri, dan Fulristami Zaenab Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Hania Rizkieta Hazah, Suci Womantri, Dwi Putri Julianti, dan Gilang Delana Putri. Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Hania Rizkieta Hazah, M. Luqman Hidayat, Suci Womantri, Dwi Putri Julianti, dan Gilang Delana Putri. Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Hania Rizkieta Hazah, dan Haiqal Muhammad Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Hania Rizkieta Hazah, Dwi Putri Julianti dan Haiqal Muhammad Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Suci Womantri, Hania Rizkieta Hazah, Dwi Putri Julianti, Haiqal Muhammad, dan Gilang Delana Putri Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Suci Womantri, Hania Rizkieta Hazah, Dwi Putri Julianti, dan Gilang Delana Putri Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Suci Womantri, Hania Rizkieta Hazah, dan Gilang Delana Putri Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Suci Womantri, Hania Rizkieta Hazah, Dwi Putri Julianti dan Haiqal Muhammad Mila Baarik Iman Sari, Fulristami Zaenab, Reta Riayu Putri, Hania Rizkieta Hazah, M. Luqman Hidayat, Suci Womantri, Dwi Putri Julianti dan Gilang Delana Putrii + Raka's mouth

Benang Kusut Pendidikan di Indonesia dan Kontroversinya

Posted by Reta Riayu Putri

Pendidikan, hal yang begitu penting untuk kelangsungan hidup manusia ini terkadang disepelekan oleh sebagian orang yang menganggapnya memang seperti itu. Lalu, bagaimana jika kita bicara tentang mutu? Tidak banyak yang mau membuka matanya dan mengatakan dengan lantang bahwa pendidikan kita di Indonesia masih jauh dari kata layak, jika berkaca dari banyaknya sekolah dasar di Indonesia yang bahkan tidak bisa disebut sebagai tempat proses belajar mengajar yang baik.

Permasalahan pendidikan di Indonesia kian kompleks dengan banyaknya berita carut-marut penyelewengan terhadap dana pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah. Jika di luar sana sebagian dari kita sibuk membicarakan tentang sistem UN yang dirasa memberatkan dan tidak efisien, sebenarnya ada masalah yang lebih urgent ketimbang memikirkan seberapa efisien sistem UN tiap tahun bagi senior di tingkat SD, SMP, dan SMA. Hal yang dirasa lebih pantas dipermasalahkan adalah tidak layaknya sebagian besar pendidikan di tingkat dasar. Entahlah, Indonesia seakan semakin terpuruk dalam kompeksitas permasalahan yang tiada hentinya.

Pernahkah Anda membayangkan, ada lebih dari ribuan anak sekolah dasar di daerah pedalaman sana yang setiap hari berjuang keras untuk dapat pergi ke sekolah? Contoh sederhananya, apa yang Anda pikirkan ketika melihat anak-anak SD di Sulawesi menempuh jarak 10 km untuk sampai ke sekolahnya hanya dengan berjalan kaki? Mereka berangkat mulai pukul 3 pagi agar tidak terlambat sampai di sekolahnya yang sangat jauh dari rumahnya? Sementara, realitas di kota besar lainnya, banyak pejabat dan pemegang kekuasaan di instansi pemerintah yang pergi kerja mendapat fasilitas berbagai kendaraan tapi sering lalai dalam tugasnya, seperti membolos saat masuk kerja setelah libur panjang atau bahkan tidur saat rapat sedang berlangsung?

Hal seperti itu mungkin terlihat klise bagi sebagian orang! Termasuk Anda yang membacanya, bukan? Tapi, tidakkah itu suatu ironi yang sangat mengkhawatirkan? Contoh lainnya, banyak juga anak SD yang harus menyebrangi sungai yang deras terlebih dahulu agar bisa sampai ke sekolahnya? Ini ironis!!! Apa kita semua sudah tidak punya hati? Ke mana mata hati kita? Hal itu belum seberapa, jika melihat banyaknya bangunan sekolah di Indonesia yang bahkan jauh dari kata layak, bahkan tidak bisa disebut sebagai tempat belajar yang baik?

Anda mungkin tengah tertawa sekarang melihat tulisan yang mungkin saja Anda anggap sampah pada saat ini. Tulisan anak SMA yang tidak tahu apa-apa, mungkin? Bukan begitu? Baiklah, tulisan ini hanya sebagian keluh-kesah saya melihat ironi pendidikan di Indonesia yang mungkin tidak berarti apa-apa untuk sebagian orang. Tulisan sampah, bukan begitu? But at least, I have my own opinion. 

Teman saya mengatakan (entah masih bisa dianggap teman atau tidak), “bukan cuma 1 masalah yang harus diselesaikan pemerintah….. jangan melulu menyalahkan mereka… kayak gak berpendidikan aja” -entah siapa namanya saya juga sudah lupa.

Apa yang ada dipikiran Anda ketika melihat komentar itu? Tentu saja ia benar. Tidak hanya satu masalah yang harus diselesaikan pemerintah. Tapi, apakah masalah pendidikan itu tidak masuk dalam daftar prioritas? Padahal, pendidikan adalah salah satu hal yang penting untuk menjalankan suatu sistem pemerintahan itu sendiri. Lalu untuk statement selanjutnya, tidak, tidak ada yang menyalahkan pemerintah sama sekali. Malahan kita semua sangat mendukung program kerja pemerintah dengan menyoroti masalah-masalah yang dirasa vital dan harus diperbaiki untuk kelangsungan hidup kita ke depannya. Apa gunanya media pers jika kita hanya menyoroti hal-hal baik yang tersistematis tanpa melihat program lain yang seakan “terbengkalai”? Inilah gunanya pers, bukan?

Statement terakhir, pertanyaan yang muncul adalah, apa semua orang yang mengkritisi program kerja pemerintah termasuk pers dan rakyat itu sendiri dianggap orang yang tidak berpendidikan? Respon saya saat melihat komentar yang dituliskan oleh seseorang tersebut di jejaring sosial adalah well mungkin saya hanya dapat tertawa mengasihani sang komentator tersebut dalam ketidaktahuannya. Kesimpulan yang bisa diambil, tentu saja ia orang yang tidak tahu aturan berpendapat di dunia maya. Ia berdalih setiap orang bebas berpendapat termasuk komentar “kayak orang ga berpendidikan saja”-nya itu. Hal yang saya hormati ialah, ya mungkin saja itu memang pendapat sang komentator tersebut. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan apalagi dibesar-besarkan. Hanya yah mungkin ia hanya, seperti yang saya katakan di awal tadi, terlampau dumb  untuk berpendapat di suatu jejaring sosial.

Kembali lagi ke topik awal, saya tahu tidak semua dari Anda yang membaca tulisan ini pada saat ini setuju dengan apa yang saya uraikan. Intinya, Indonesia ini tidak kalah dari negara-negara besar lainnya seperti Amerika, Jerman, dll. Kita hanya perlu mawas diri dalam mengemban amanah mencerdaskan kehidupan bangsa. Indonesia hanya perlu berbenah diri dalam mencapai visi serta misi mewujudkan negara yang makmur dengan tingkat SDM yang berkualitas tinggi. Indonesia bisa lebih baik lagi atau tidak untuk ke depannya sebenarnya sudah tercermin dalam sikap generasi mudanya pada saat ini. Selama masih ada generasi muda yang membuat menyontek sebagai budayanya, selama itu pula bangsa kita masih akan terbelenggu dalam masalah-masalah kompleks lainnya baik di bidang pemerintahan maupun pendidikan.

Posted by Reta Riayu Putri

The James Bond Family

James Bond series

We are James Bond Family! Ciaaaaat! No no no, it was joke haha. But, I tell ya, we are James Bond addicted. We have been waiting for four years for Skyfall, ahhh we love James Bond so much! So, when the Skyfall movie, which is the James Bond series out in cinema, yes, we can’t wait anymore. We went to cinema and darn it all to hell, the Skyfall movies was really great! And the opening of the movie, yes you rite, lol. The opening of the movie started with James Bond falls off a bridge with backsound Adele’s song, Skyfall. What a great combination!

Daniel Craig as James Bond
Javier Bardem as Raoul Silva

Skyfall is the 23rd film in the 50-year-old Bond series and absolutely Skyfall is the best Bond yet! There, I said it.

For Craig’s third outing as the MI6 operative, he stars here opposite the best Bond girl yet; Judi Dench’s ‘M’. Although the painfully beautiful Berenice Marlohe had been pushed as the front and centre femme fatale, it’s actually ‘M’ who stands out here, acting as the emotional anchor of the film. With Dench’s character on the cusp of forced retirement, Skyfall’s plot brings everything that bit closer to home, adding a layer of sentimentality not usually found in a Bond film. With the safety of MI6 under threat now more than ever, Craig faces the best villain since Blofeld, that being Bardem’s Raoul Silva. Though not introduced until half way through the film (a brave move to say the least) Bardem brings something new to Bond; a very authentic sense of the foreboding, akin to Batman’s Bane. What’s more, he’s pretty damn funny too.

Daniel Craig as James Bond

Beautifully shot by Roger Deakins (No Country For Old Men, Revolutionary Road) with a whopper score from Thomas Newman, Mendes squarely hits the nail on many levels. The back and forth between M and Bond is fantastic (even with Bond atop a train, grappling with his first target, the banter fails to wane) while the respectful nods to earlier films – among which a slick vintage motor is included – are a treat. The edge-of-your-seat action scenes are as impressive as you’d expect, with one in particular making you less than excited about your next experience on the London Underground.

Studio 21
Ticket of the Skyfall movie at Studio 21

What’s most commendable about Skyfall however, is the blue-eyed blonde haired Bond, Daniel Craig. Granting us access to the more personal details of his past while demonstrating that he hasn’t got the emotional depth of a rock, Craig shines through the complexity of this role. While his character’s physical and mental state may be somewhat worse for wear here, Craig himself is certainly on top form.

And now, I’m gonnalead you to Adele’s song, SKYFALL! I love Skyfall by Adele so much! You gotta love too, pals hihih. Here the lyrics of Skyfall by Adele and I’m gonna tell you the meaning of that.

SKYFALL

This is the end
Hold your breath and count to ten
Feel the earth move and then
Hear my heart burst again

For this is the end
I’ve drowned and dreamt this moment
So overdue I owe them
Swept away, I’m stolen

Let the sky fall
When it crumbles
We will stand tall
Face it all together

Let the sky fall
When it crumbles
We will stand tall
Face it all together
At skyfall
Sad skyfall

Skyfall is where we start
A thousand miles and poles apart
Where worlds collide and days are dark
You may have my number, you can take my name
But you’ll never have my heart

Let the sky fall (let the sky fall)
When it crumbles (when it crumbles)
We will stand tall (we will stand tall)
Face it all together

Let the sky fall (let the sky fall)
When it crumbles (when it crumbles)
We will stand tall (we will stand tall)
Face it all together
At skyfall

[2x]
(Let the sky fall
When it crumbles
We will stand tall)

Where you go I go
What you see I see
I know I’d never be me
Without the security
Of your loving arms
Keeping me from harm
Put your hand in my hand
And we’ll stand

Let the sky fall (let the sky fall)
When it crumbles (when it crumbles)
We will stand tall (we will stand tall)
Face it all together

Let the sky fall (let the sky fall)
When it crumbles (when it crumbles)
We will stand tall (we will stand tall)
Face it all together
At skyfall

Let the sky fall
We will stand tall
At skyfall

Nah! You might wonder what does mean of Adele’s song, rite. Here…

This might give away some of the movie so don’t read if you haven’t seen the movie yet!

First of all it says “this is the end”. This is when he gets shots and falls off a bridge. When it then says “hold your breath and count to 10” this has a strong link to the scene going on in the opening sequence. He accidently gets shot and falls off a bridge into water. This means he’s holding his breath as he drowns. When it says “so overdue I owe them” I think it means that he’s finally dieing after all those years of service.

Skyfall, is the place where Bond lived before he became part of MI6. So when it says “Skyfall is where we start” That is what it means. That’s where he lived when he was a child.

Moving onto the chorus. (I’m doing this in a random order) When it says “Stand tall, at Skyfall” etc it’s referring to when they take shelter there from the bad guy and they have to basically fight there. Another point I would like to point out is when it says “When it crumbles” It’s talking when the house (Skyfall) is destroyed in their battle. Luckily Bond hated the house so no bad feelings!

Then, when it says “Where I go, you go, What I see, you see” it explains that the secret service are watching what he’s doing at every point. That’s what it’s pointing out.

Well, that’s about all the meanings I can gather really from that song! Hope you became wiser from reading this!

At last, Skyfall was great! I love it! Well, actually we went to Godiva Bistro, before going to see Skyfall. We had dinner at Godiva Bistro restaurant. I enjoyed an half hour at Godiva. I ordered Capcay (Chinese food) and avocado juice for the drink. Here we go!