Euforia PSP 5 hingga Surat Terbuka untuk Presiden

“Nak, kamu ikut lomba tulis surat terbuka untuk presiden, ya.” this is the beginning. Sabtu, secara tiba-tiba, Bu Yotri, guru bahasa Indonesia di tempat saya bersekolah, SMAN 1 Batam menyarankan agar saya mengikuti lomba yang terbuka untuk seluruh Indonesia itu.

“Oh, iya, Bu” jawab saya singkat sementara neuron dan cerebrum saya masih bersinergi mencerna kata-kata Bu Yotri tadi. Hal pertama yang ada di pikiran saya adalah, mau nulis tentang apa, ya?

Here we go!! Suatu malam, saya terbangun, you know, in the middle of the night, ah cheesy! Oke, ini beneran. Jam dua malam gue bangun antara sadar dan tidak. Mencari-cari HP di nakas dan menyadari bahwa jam masih menunjukkan pukul 2 pagi. I can’t help but scream “WHAT THE HELL AM I SUPPOSE TO DO??”

Automatically, I opened my laptop and starting to write my open letter to Mr. President. Just so you know, tema yang akhirnya gue ambil adalah pendidikan. Sebelumnya, sebuah TV swasta sempat menayangkan bagaimana rapuhnya dunia pendidikan di Indonesia, seperti, sekolah yang sudah rubuh, transportasi ke sekolah yang terputus, dan kisah-kisah lainnya yang semua orang brainless lainnya bakal nganggap itu klasik (baca ini: Benang Kusut Pendidikan di Indonesia dan Kontroversinya)

Jadi, jam dua pagi itu, gue berapi-api menuliskan rapuhnya pendidikan di Indonesia yang mana seyogyanya, pasti bakal dianggap klise sama orang banyak di mana cerebrum gue cuma meneriakkan “WHO CARES?” dan awkward-nya, I can’t stop writing. Batas penulisannya hanya tiga halaman which I want to write it more. Jadilah naskah 3 halaman itu yang saya kirim ke pihak panitia. Setelah membuatnya jam 2 pagi, gileee, itu pure ga ada diubah-ubah lagi. Ga ada proses editing, karena gue langsung kirim ke pihak panitia. Well, that’s it!

Dan alhamdulillah, tanpa disangka, di malam puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam sebagai penyelenggara acara, yang diselenggarakan di Sumatra Convention Centre, Batam, Kepulauan Riau, mengumumkan bahwa open letter that I wrote nyabet ke posisi 9 dari 15 terbaik yang diumumkan. Di mana, 15 penulis terbaik, diberi sertifikat dan karyanya akan dibukukan. Thank, God! I don’t expect You too much but this one is enough for me.

Berikut adalah surat terbuka untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saya tulis.

Yth, Presiden Republik Indonesia

di Jakarta

“Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?

Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah

Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah

Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah”

 

Bapak presiden yang terhormat, penggalan bait puisi karya Adhie Massardi di atas mungkin terkesan klise bagi sebagian orang. Untaian kata demi kata dari bait puisi sederhana tersebut mungkin saja dipandang sebelah mata. Walau bagaimanapun, puisi tersebut sebenarnya merupakan jeritan hati terdalam dari seorang rakyat biasa yang hidup di era demokrasi seperti sekarang ini. Keluh kesah tersebut tidak lain bagaikan rintihan kawula alit yang berjuang keras memahami keadaan negerinya yang semakin kontras dengan nilai-nilai kestabilan dan kemakmuran yang ada.

Kemiskinan seakan tidak pernah ada habisnya. Permasalahan yang disebabkan oleh garis kemiskinan di negeri ini seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Masalah kaum proletar ini semakin memprihatinkan saat Badan Pusat Statistik atau BPS merilis data terbarunya yang menyebutkan sedikitnya terdapat 30 juta lebih penduduk Indonesia yang hidup di garis kemiskinan.

Presiden yang terhormat, imbas dari permasalahan kemiskinan di Indonesia tentu saja mempengaruhi mutu sumber daya manusia yang ada. Setiap tahun jutaan anak Indonesia terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Sebagian dari kita tentu saja khawatir melihat kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut. Namun sebagian dari kita mungkin saja bersikap acuh melihat fakta tersebut.

Seyogyanya, hal terpenting untuk menumpas kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia yang ada. Peningkatan mutu sumber daya manusia tersebut tentu saja ditingkatkan melalui mutu pendidikan yang tinggi pula. Permasalahan besar yang muncul saat ini adalah seberapa besar kebijakan yang diambil untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia yang terkesan carut-marut dengan berbagai permasalahan yang menghantuinya.

Presiden yang terhormat, rendahnya mutu pendidikan di Indonesia sudah menjadi santapan berita sehari-hari. Anggaran untuk pendidikan yang rendah, jutaan anak Indonesia yang putus sekolah, penyelewengan dana untuk pendidikan oleh oknum tertentu, hingga tidak layaknya bangunan sekolah untuk dijadikan sebagai tempat belajar adalah sebagian kecil di antara problematika yang menghantui dunia pendidikan kita. Contoh sederhananya adalah ketidaklayakan sebagian bangunan sekolah di Indonesia untuk dijadikan sebagai tempat belajar. Bangunan sekolah yang rapuh hingga tidak layak digunakan sebagai tempat belajar sudah seharusnya dianggap sebagai suatu masalah yang serius dan perlu perhatian khusus dari pemerintah. Hal ini dirasa begitu kontras dengan megahnya bangunan gedung-gedung pemerintahan yang ada.

Sebagian dari kita mungkin saja menutup mata melihat rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Namun, tak dapat dipungkiri hal inilah yang menjadi landasan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang lebih baik untuk ke depannya. Permasalahan kaum proletar seperti kemiskinan dan lain sebagainya tentu saja berpangkal dari rendahnya mutu pendidikan kita. Permasalahan di dunia pendidikan inilah yang seharusnya lebih diutamakan untuk diselesaikan.

Presiden yang terhormat, masalah serius di dunia pendidikan kita yang semakin memprihatinkan kerap kali dianggap sebagai angin lalu. Sudah saatnya kita mulai berbenah diri menyadari arti penting pendidikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga dapat terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Pendidikan adalah kunci dari semua problematika yang ada di negeri ini. Dengan tingginya mutu pendidikan maka tinggi pula mutu sumber daya manusia yang ada. Sudah saatnya kita membuka mata, hati, dan pikiran kita mencermati secara serius mengenai permasalahan-permasalahan di dunia pendidikan itu sendiri

Indonesia sebagai negara berkembang tentu saja harus menyadari arti penting pendidikan sebagai bekal untuk menyelesaikan berbagai masalah baik politik, sosial, ekonomi, dan lainnya yang mengendap di bumi Indonesia. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Indonesia tercinta ini harus mengerahkan sekuat tenaga untuk menyelesaikan berbagai permasalahan negeri ini dengan memperbaiki mutu pendidikan itu sendiri.

Presiden yang terhormat, demikian surat terbuka ini, semoga berkenan membaca dan menindaklanjutinya dalam gerak langkah yang nyata untuk Indonesia yang lebih baik.

1360757234455
Sertifikat Lomba Menulis Surat untuk Presiden – Reta Riayu Putri
Reta Riayu Putri's
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam
Reta Riayu Putri's
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam
2013-01-26 22.30.33 (1)
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam
Reta Riayu Putri's
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam
Reta Riayu Putri's
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam
Reta Riayu Putri's
Malam Puncak Pasar Seni Pelajar 5 – SMAN 4 Batam

7 NATIONAL DISHES YOU SHOULD TRY

7.Nasi Lemak
Malaysia

Penangnasilemak Large
Other significant dishes: Roti canai (flatbread)
Most unusual dish: Pekasam Ikan (yeast coated fermented fish)
With roots in Malay culture, “nasi lemak” is a Malay word that literally means ‘fatty rice’. The name is derived from the cooking process whereby rice is soaked in coconut cream and then the mixture steamed. Sometimes knotted screwpine (pandan) leaves are thrown into the rice during steaming to give it more fragrance. Spices such as ginger and, occasionally, herbs like lemon grass may be added for additional fragrance. Traditionally, this comes as a platter of food wrapped in banana leaf, with cucumber slices, small dried anchovies, roasted peanuts, hard boiled egg and hot spicy sauce (sambal) at its core. As a more substantial meal, nasi lemak can also come with a variety of other accompaniments such as chicken, cuttlefish, cockle, stir fried water convolvulus, pickled vegetables, beef rendang (beef stewed in coconut milk and spices) or paru (beef lungs).

6

Ceviche
Peru

800Px-Cebiche-Don-Lucho
Other significant dishes: Papa a la Huancaina (yellow potato salad)
Most unusual dish: cuy (roast guinea pig)
Ceviche is relatively well known around the world. It is raw fish marinated in a citrus-based mixture, with lemons and limes being the most commonly used. In addition to adding flavor, the citric acid causes the proteins in the seafood to become denatured (effectively partly cooked). Traditional style ceviche was marinated for about 3 hours. Modern-style ceviche, created by Peruvian chef Dario Matsufuji in the 1970s, usually has a very short marinating period. With the appropriate fish, it can marinate in the time it takes to mix the ingredients, serve and carry the ceviche to the table. The classic Peruvian ceviche is composed of chunks of raw fish, marinated in freshly-squeezed key lime or bitter orange (naranja agria) juice, with sliced onions, chili, salt and pepper. Corvina or Cebo (sea bass) was the fish traditionally used. It is such an important dish in Peru that they have a national day for it.
5

Moussaka
Greece

Mussaka
Other significant dishes: kleftiko (lamb stew), fasolada (bean soup)
Most unusual dish: Patsa (feet and tripe soup)
Everyone loves lasagna – but if you haven’t tried moussaka you really are missing out on something quite extraordinary. Moussaka is the Greek equivalent of lasagna but it differs in a number of ways. Generally, it is made with veal or lamb (as opposed to beef), and instead of lasagna sheets it uses sliced eggplant (aubergine) or potato (in the Turkish version). The meat is flavored with cinnamon and pimento (allspice) and mixed with white wine. Like lasagna it is coated with a rich white sauce and it really is the most delicious Greek food.

4

Tom Yum
Thailand

Tom Yum Soup-12825
Other significant dishes: Pad Thai (Thai noodles)
Most unusual dish: Laab Luead (raw pork dressed with pig’s blood)
Tom yum soup is a hot, spicy and sour soup which usually includes prawns or chicken and mushrooms, cilantro (coriander), lemon grass, kaffir lime leaves and thai basil. It is a very fragrant soup (as is typical of much Thai food) and is very healthy – being very low in fat and carbohydrates. There are other varieties of tom yum, such as tom yum nam khon which includes coconut milk, but for the true delicious taste of Thailand you must try tom yum. Fortunately for most of us westerners it is possible to buy pre-made tom yum paste, which saves the many hours pounding all of the herbs together first. Of all the entries on this list (as well as the one above), tom yum soup is the one that most readers will have tried – but if you haven’t – do. Oh – and if you live in Wellington, New Zealand, the best Tom Yum soup in the city can be eaten here (as you can see by the rave reviews). [Recipe]

3

Bigos
Poland

800Px-Bigos In Kraków (Rynek Główny)
Other significant dishes: Golonka
Most unusual dish: Czernina (black duck’s blood soup)
Bigos (Hunter’s Stew), is a traditional meat stew typical of Polish, Lithuanian and Belarusian cuisines. There is no single recipe for a savory stew of cabbage and meat, as recipes vary considerably from region to region, as well as from family to family. Typical ingredients include white cabbage, sauerkraut (kapusta kiszona in Polish), various cuts of meat and sausages, often whole or puréed tomatoes, honey and mushrooms. The meats may include pork (often smoked), ham, bacon, beef, veal, sausage, and, as bigos is considered a real hunters’ stew, venison or other game; leftover cuts find their way into the pot as well.
Bigos is usually eaten with rye bread and potatoes. As with many stews, bigos can be kept in a cool place or refrigerated then reheated later—its taste actually intensifies when reheated. A common practice is to keep a pot of bigos going for a week or more, replenishing ingredients as necessary.

2

Pork Adobo
Philippines

Screen Shot 2011-04-14 At 10.33.23 Am
Other significant dishes: Lechon, Sinigang
Most unusual dish: Balut (duck embryo eggs)
Before colonization by the Spanish, the Philippines had their own unique method of cooking with vinegar, which preserved food and made it incredibly delicious. Pork adobo is almost certainly the national dish of the Philippines for that reason. Adobo was employed initially as a method of food preservation, but in time — with the advent of refrigeration methods — adobo became used primarily as a method of flavoring foods before cooking. Adobo typically involves cooking meat for a long period of time in a mixture of vinegar, garlic, salt and laurel leaves (bay leaves). The dish is either cooked until dry or cooked until a little of the cooking liquid remains as a sauce. The meat become very tender and the bite of the vinegar is removed whilst the flavor remains. It is a delicious dish that everyone should try. Pictured above is pork adobo I made with pork belly – it is served with rice and french beans.

1

Kimchi – 김치
Korea
Other significant dishes: Bulgogi – 불고기 (marinated beef – often called Korean Barbeque)
Most unusual dish: Bosintang – 보신탕 (dog stew)
I had to put Korean food (한식 – Hansik) first because it is my current passion . Also, it is quite unique in that much of the food is not prepared just for taste, but for health also – as has been the case for thousands of years. Much of Korean food is based on fermented products (naturally preserved) such as gochujang (hot pepper paste) and doenjang (soy bean paste – like Japanese miso). This gives it the easily recognizable red color. In addition to these pastes Korean food often includes hot pepper flakes – an essential ingredient in kimchi (which is pronounced gim-chee, NOT kim-chee, despite the spelling). Kimchi is fermented cabbage. There are many types of kimchi – cabbage kimchi (the most common), radish kimchi, water radish kimchi, etc.
Different recipes exist for each type, but one which I think is best for cabbage kimchi involves making a thick slurry with rice flour and water, and adding to it all of the seasoning: hot pepper flakes, scallions, Asian chives, raw oysters (or fermented squid), garlic, ginger, onions, pear and fish sauce. This is then spread on the individual leaves of the cabbage (which is kept whole). The cabbages are then kept in a container (traditionally outside in earthenware pots, but these days usually in glass or plastic in the fridge) where they ferment over time. Kimchi has a fresh taste and a crunchy texture and you can eat it immediately or when it is very well fermented (when it takes on a more sour flavor). For many Koreans, Kimchi is eaten with breakfast, lunch and dinner, and is such a staple part of the Korean diet that most Korean homes have a separate kimchi refrigerator. When Kimchi gets too sour to enjoy, you can use it as the basis for kimchi pancakes or kimchi stew.

Tanggapan BUNG KARNO tentang MALAYSIA !!!

Ini dadaku, mana dadamu! … , ucap Bung Karno, presiden Indonesia pertama, di masa lalu yang naik pitam gara-gara harga dirinya dan bangsanya diinjak-injak Malaysia.[1] Tayangan Kick Andy, “Misteri di Balik Kematian David”[2] di sebuah stasiun TV Jumat lalu, mirip, menyangkut harga diri atas pernyataan pemerintah Singapura dan universitas atas kematian David Hartanto, anak cerdas Indonesia yang sedang menuntut ilmu di sana, sebagai bunuh diri. Sesederhana itu.

Pemerintah belum mengambil sikap (belum?), meski  sudah banyak pihak, tokoh, dan ratusan ribu situs Indonesia termasuk para bloger, berang atas kejadian ini. Kasus David hanyalah satu dari sekian banyak kasus serupa yang terjadi di luar sana. Mudah-mudahan perkiraan ini tidak benar, pemerintah sebenarnya sedang sibuk berpikir mencari cara bijak menyelesaikan permasalahan ini. Harga diri adalah masalah kehormatan!

Inilah hidup, sebuah panggung sandiwara nyata, dimana lakon akhir pelaku bisa diatur dan direkayasa sesuka sutradara. Skala kejadian bisa diperbesar, menjadi berperang saling membunuh, karena berbeda ideologi, berebut sumber daya, beda kelas (diskriminasi dalam segala hal), dst., dst. Sangat kontras dengan tuntutan untuk berkasih sayang, love, kepada sesama. Sebuah renungan. Be aware, take care. (Waspadalah, berhati-hatilah.)

Lihatlah Honda san (artikel “Gagal Lagi, Gagal Lagi”), yang dengan cerdas membalas kehancuran pabriknya oleh bom perang dengan bom ekonomi. Setimpal, adil. Saya pikir bloger bisa diperankan serupa. Bloger memikul tanggung jawab moral menaikkan citra bangsa ini agar dihargai, dihormati, disegani, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, di mata dunia. Blog adalah sebuah bom kecil, berupa pena, dengan konten (tulisan) sebagai amunisi, yang bisa membuat orang jengkel, benci, marah, yang mengantar kita ke penjara, atau kebalikannya, menjadi sayang, cinta, hormat, kepada kita. Tulisan kita dibaca orang sedunia. Mari kita balas dengan cara yang bijak. Melalui blog. Terserah pilih mana, sepenuhnya berada di tangan kita…

Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik pemerintah dari para bloger. (Ayolah, dengarkan.) Kita hanya ingin bangsa ini maju, ingin bisa jadi sebuah kebanggaan. Adanya kemiskinan, kebodohan, pengangguran, bukankah salah kita, kontribusi kita juga? Bacalah tulisan bang Iwan Piliang, “Memandirikan Ekonomi Bangsa”[3]. Sungguh menyedihkan dan menyakitkan. Kita punya barangnya, masih impor juga. Tambahan bagi bang Iwan, kita juga punya barangnya, hanya diekspor mentahnya saja, tanpa nilai tambah (value added). Jual “tanah” dan “air”. Mana “dadaku”, mana harga diri itu?

Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country.” (John F.Kennedy.)[4]

“Jangan tanya apa yang negeri ini bisa berikan kepadamu, tanya apa yang bisa engkau berikan kepada negerimu.”

Saya bemimpi lagi, suatu saat nanti berkesempatan bisa berteriak …

“Ini dadaku, …mana dadamu!”

RI Harus Klarifikasi Dua Isu ke Pihak Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengharapkan pemerintah Indonesia meminta klarifikasi kepada Malaysia terkait penangkapan petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polisi Malaysia dalam pertemuan dengan negeri jiran tersebut yang direncanakan 6 September 2010 nanti.

“Pertemuan yang dijadwalkan oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia pada 6 September yang akan datang sebaiknya pertemuan tersebut digunakan untuk mengklarifikasi dua hal penting sebagai solusi ketegangan hubungan kedua negara,” katanya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, dua hal penting yang harus diklarifikasi tersebut adalah penentuan tempat terjadinya penangkapan nelayan Malaysia oleh Petugas KKP. “Di wilayah laut Indonesia, di wilayah laut Malaysia atau di wilayah laut yang dipersengketakan kedua negara,” katanya.

Selain itu menurut dia, meminta penjelasan dari Malaysia tentang penanganan ketiga petugas KKP yang diduga merendahkan martabat. “Apa yang menjadi alasan otoritas Malaysia untuk memperlakukan tiga petugas DKP seperti pelaku kejahatan,” katanya.

Ia mengatakan, dengan dua agenda pembahasan tersebut diharapkan dapat dibuat komunike yang harus dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia ke depan. Ia menambahkan, publik Indonesia dan Malaysia juga harus mendapatkan informasi secara lebih mendetail atas dua isu yang dibicarakan, sehingga memahami masalah berdasarkan fakta dan bukti.

“Publik jangan dibuat berspekulasi dalam melihat insiden di perbatasan yang berakibat pada penggunaan emosi daripada akal sehat,” katanya.

Dia menilai hingga saat ini pemberitaan masih simpang siur. Menurut dia, pemerintah tidak satu suara dalam menyikapi insiden penangkapan tiga petugas dinas KKP oleh kepolisian diraja Malaysia di Perairan Tanjung Berikat, Bintan pada 13 Agustus 2010 itu.

Hikmahanto menyayangkan adanya penyampaian informasi yang berbeda antara Kementerian Kelautan Perikanan dengan Kementerian Luar Negeri soal insiden tersebut. Menteri dan para pejabat di Kementrian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa para petugas saat penangkapan berada di wilayah laut Indonesia.

Sementara Dirjen Perjanjian Internasional Kemenlu mempertanyakan kepastian para petugas KKP di wilayah laut Indonesia mengingat “Global Positioning System” tidak bekerja semestinya dan menjadikan ketidakberanian para petugas KKP menghadapi Polisi Malaysia sebagai dasar untuk meragukan penangkapan di wilayah laut Indonesia.

Menurut dia, pertemuan 6 September tersebut menjadi ajang yang sangat penting bagi kedua negara untuk dapat menjelaskan insiden tersebut dan bisa menjadi dasar dalam membangun hubungan yang lebih baik ke depan.

Ia menambahkan, pertemuan tersebut akan menjadi sia-sia bila membicarakan masalah perbatasan karena masalah perbatasan wilayah bukanlah hal yang mudah untuk disepakati. “Masing-masing negara tidak akan mundur sejengkalpun atas klaim kedaulatan mereka,” katanya.